Suka atau tidak, adalah fakta bahwa Front Pembela Islam (FPI) itu merupakan sebuah institusi penting yang berani secara radikal memberi “interupsi” di tengah keabsenan tak wajar institusi-institusi pengawasan dan penegakan hukum yang ada. Mereka pantang OMDO (omong doang). Juga tak asik caci-maki. Tampaknya mereka pun tak peduli saja kepada orang sinis dan kerap berusaha merendahkan. Mungkin mereka pun faham bahwa ada yang memelihara (juga) kelompok sinis dan caci maki buat mereka.

Ada ekspektasi (harapan) dan ada kegagalan menggapainya. Siapa bilang tidak? Lihat secara keseluruhan dan lihat niat baiknya dari awal saja. Gampang tentunya. Memang jika ada orang yang ingin menelusuri berbagai bentuk (kuantitatif dan kualitatif) di sekitar fenomena FPI tentu banyak orang yang bisa membuat daftar panjang, termasuk tuduhan bahwa FPI itu bentukan pihak tertentu. Itu semua kita sudah tahu. Tetapi saya sangat ingin percaya setulusnya bahwa orang-orang FPI pun tak menginginkan semua penyimpangan itu terjadi.

Saya sendiri malah lebih berharap sekiranya kelompok seperti ini dapat mengupgrade diri lebih strategis. Mengupgrade seperti apa? Katakanlah menjadi pentolan nomor satu untuk pemberantasan korupsi yang kini menjadi keluhan terbesar di negeri ini. FPI diperkirakan bisa dan mampu melakukan itu. Apalagi ada undang-undang yang meneguhkan peran-serta masyarakat dalam bidang ini. Dapat dibayangkan betapa dahsyat dan mengguncangnya jika FPI secara serius memfokuskan gerakannya untuk memberantas korupsi yang belum dapat dilakukan di negeri ini. Jadilah kelompok pertama yang memberi andil besar untuk memperbaiki Indonesia.

Begitulah bahwa jika dilihat secara keseluruhan, mungkin akan sangat mudah memahami bahwa di antara kebaikan-kebaikannya yang sangat tak mungkin dilakukan oleh kelompok mana pun, memang terdapat ketidak-sempurnaan. Berilah mereka saran perbaikan.

Mudah-mudahan Indonesia dapatlah memahami secara keseluruhan. Adakah orang yang bersedia berpikir dan menambah waktunya untuk semakin memahami bahwa radikalisasi boleh jadi adalah fungsi dari ketersumbatan? Jika demikian FPI dan gerakannya malah menjadi sebuah keniscayaan.

Dengan begitu seseorang dan bahkan negara tak naif saja asyik meneriakkan simptom belaka, tak pernah faham the root of the problem. Semakin tak mungkin ke pentas nalar jika subjektifisme tertentu yang menjadi target.

 

Shohibul Anshor Siregar, Koordinator Umum ‘nBASIS