| Makin misterius data kependudukan dan data DPT Pemilu di sebuah negara niscaya makin potensil mengotomatisasi kejanggalan-kejanggalan serius lainnya, termasuk fasilitasi berbagai pihak yang terkait pemilu untuk berbagai tindakan kecurangan, terlebih di negara yang tingkat demokrasi, penegakan hukum, pengawasan media dan masyarakat sipil masih lemah | Negara dengan tingkat literasi rendah dan dengan kondisi kemiskinan struktural yang parah, adalah wadah anomali demokrasi yang lazimnya hanya mementingkan rutinitas agenda Pemilu untuk kepastian legitimasi oligarki kekuasaan, politik dan budaya untuk mendominasi |

Melalui surat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 2 Mei 2024, Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) mengajukan permohonan eksekusi atas tiga putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait keterbukaan informasi publik yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Pertama, putusan KIP No. 001/KIP-PSIP-A/II/2024 tentang data hasil perolehan suara tingkat TPS pada Pemilu 2024. KIP mengabulkan permohonan YAKIN seluruhnya setelah menyatakan objek sengketa sebagai informasi publik yang bersifat terbuka. KIP memerintahkan KPU untuk memberikan data yang diminta dalam format/bentuk file.csv.

Kedua, putusan KIP No. 002/KIP-PSIP-A/II/2024 tentang infrastruktur IT Pemilu 2024. Permohonan informasi publik yang diajukan YAKIN dikabulkan seluruhnya, yakni rincian infrastruktur Sirekap, termasuk topologi, rincian server-server fisik, server-server cloud dan jaringan, termasuk lokasi setiap alat.

YAKIN juga membutuhkan rincian layanan-layanan Alibaba Cloud yang digunakan, proses pengadaannya, sepanjang tidak memuat informasi berkaitan dengan IP Address dan tidak menunjukan secara spesifik lokasi keberadaan setiap alat. KIP menyatakannya bukan jenis informasi yang dikecualikan.

Ketiga, putusan KIP No. 003/KIP-PSIP-A/II/2024 tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk pemilu tahun 2019 dan 2024. Data ini dinyatakan sebagai informasi publik yang bersifat terbuka. KIP memerintahkan KPU untuk memberikannya sesuai permohonan YAKIN.

Berdasarkan informasi yang diterima oleh YAKIN dari KIP (23 April 2024), KPU tidak mengajukan keberatan atau banding sebagaimana diatur dalam pasal 59 PERKI 1/2019. Bahkan menurut ketua pengurus YAKIN, Ted Hilbert, KPU malah terindikasi berupaya menolak untuk melaksanakan ketiga putusan tersebut secara sukarela, sebagaimana tergambar dalam komunikasi email antara YAKIN dan KPU.

YAKIN mendasarkan suratnya kepada pasal 12 PERMA 2/2011 yang antara lain menyatakan bahwa Putusan KI yang berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan penetapan eksekusi kepada Ketua Pengadilan yang berwenang dengan mengajukan permohonan tertulis berlampiran salinan resmi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut ke Pengadilan dalam wilayah hukum Badan Publik sebagai Termohon Eksekusi.

Sesuai kewenangannya ketua Pengadilan mengabulkan atau menolak pemberian penetapan eksekusi dalam waktu paling lambat tujuh hari dan putusan yang telah mendapatkan penetapan eksekusi dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan. Tenggat waktu yang ditentukan oleh pasal 59 PERKI 1/2019, yang antara lain menegaskan bahwa pihak yang keberatan terhadap putusan KIP dapat mengajukan keberatan paling lama tiga hari, sejak putusan diucapkan dalam sidang yang dihadiri para pihak, telah terlampaui.

Sebelumnya, melalui suratnya tanggal 26 April 2024, YAKIN telah memohon kepada Presiden Republik Indonesia untuk turut campur tangan dalam masalah yang menurut pandangan YAKIN adalah sebagai bentuk ketidakpatuhan KPU terhadap putusan KIP. Upaya ini juga belum membuahkan hasil.

Kepada Presiden, YAKIN menyatakan bahwa sikap KPU sangat memprihatinkan, terutama mengingat bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) telah memerintahkan perubahan dan perbaikan terhadap transparansi dan sistem IT KPU yang secara langsung berkaitan dengan ketiga putusan KIP.

Memang, dalam Putusan MK No. 1/PHPU.PRES-XXII/2024 (hlm 1686) secara tegas dinyatakan: “Bahwa ……., terkait dengan penggunaan Sirekap, menurut Mahkamah dalam rangka perbaikan ke depan, Sirekap sebagai alat bantu untuk kepentingan transparansi dan mengawal suara pemilih untuk diketahui lebih awal, teknologinya harus terus dikembangkan sehingga tidak ada keraguan dengan data yang ditampilkan oleh Sirekap. Untuk itu, sebelum Sirekap digunakan perlu dilakukan audit oleh lembaga yang berkompeten dan mandiri. Di samping itu untuk menjaga objektifitas dan validitas data yang diunggah, menurut Mahkamah perlu dibuka kemungkinan pengelolaan Sirekap dilakukan oleh lembaga yang bukan penyelenggara Pemilu”.

YAKIN telah menemukan berbagai masalah terkait proses dan hasil Pemilu 2024 yang secara jelas telah dituangkan dalam dokumen Amicus Curiae yang diajukan kepada MK pada tanggal 9 April 2024. Dari dokumen 16 halaman yang didukung oleh 5 (lima) lampiran data itu, diketahui bahwa, di antaranya, YAKIN secara tegas menolak pernyataan keliru tentang Sirekap yang menyimpang dari PKPU 5/2024. Sirekap sebagai “alat bantu” tidak bersifat opsional dan sama sekali tidak dapat dihindari dalam proses rekapitulasi dan hasil Pemilu.

Sirekap adalah bagian wajib dalam proses rekapitulasi dan pengawasan pemilu dan semua ketentuan dalam PKPU 5/2024 harus dipenuhi agar hasil Pemilu, seperti yang tercantum dalam Keputusan KPU 360/2024, menjadi sah. Hasil Pemilu secara langsung merujuk pada PKPU 5/2024, termasuk ketentuan-ketentuan tentang Sirekap. Karena itu, pemenuhan semua ketentuan terkait Sirekap dalam PKPU 5/2024 sangat penting untuk memastikan sah atau tidaknya hasil Pemilu sebagaimana ditegaskan dalam Keputusan KPU 360/2024.

Dalam dokumen Amicus Curiae yang diajukannya, YAKIN menemukan bahwa suara total Pasangan Calon (Paslon) dalam Sirekap adalah 128,074,781 suara, padahal klaim KPU untuk hasil Pilpres adalah 164.227.475 suara. Dari total 823.236 TPS dalam Sirekap, 179,668 Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak memiliki data sama sekali atau kosong dan gambar-gambar formulir C.Hasil juga tidak ada (hlm 11).

Sayangnya data tingkat TPS yang mendasari Keputusan KPU 360/2024 telah dinyatakan sebagai rahasia dan YAKIN sangat meragukan bahwa data ini telah disediakan kepada MK untuk dapat diverifikasi. Dengan begitu banyak ketidaksesuaian, keanehan, kerahasiaan, pelanggaran hukum dan kesengajaan dari pihak KPU, menurut YAKIN tidak mungkin bagi MK menerima hasil Pemilu tanpa verifikasi ulang seluruh data mulai dari tingkat TPS (hlm 12).

Untuk kepentingan usul verifikasi ulang itu YAKIN memohon agar MK memerintahkan (melalui putusan sela) untuk membentuk komite verifikasi independen yang melibatkan semua pihak (Mahkamah Konstitusi, Para Pemohon, KPU, Bawaslu, Pihak Terkait, dan elemen-elemen masyarakat seperti YAKIN dan lainnya).

Data dalam Sirekap diverifikasi, dilengkapi dan dikoreksi untuk semua TPS dan semua tahap rekapitulasi sesuai ketentuan-ketentuan PKPU 5/2024. Data tersebut disediakan dalam bentuk data mentah (.csv) secara terbuka kepada semua pihak yang berkepentingan, untuk memungkinan analisis independen.

Data tingkat TPS yang menurut KPU telah menjadi dasar untuk hasil Pemilu / Keputusan KPU 360/2024 disediakan dalam bentuk data mentah (.csv) secara terbuka kepada semua pihak yang berkepentingan, untuk memungkinan analisis independen. Data DPT, sesuai putusan KIP, disediakan secara terbuka kepada semua pihak yang berkepentingan, untuk memungkinan analisis independen terhadap DPT itu dan terhadap data terperinci hasil Pemilu.

Dari dokumen Amicus Curiae YAKIN juga diketahui bahwa dalam konteks Pemilu 2024 YAKIN masih memiliki permohonan informasi publik yang tak kurang pentingnya namun belum beroleh jawaban yang diharapkan dan kini sedang akan disengketakan, yakni permohonan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Data yang dimaksud ialah “Data Kependudukan mentah dan lengkap tahunan sejak 1998-2023 sampai tingkat terendah yang tersedia. Misalnya tingkat Kelurahan/Desa atau RW atau RT, termasuk jumlah penduduk total, kelahiran, kematian serta keluar dan masuk (bentuk data: Data mentah elektronik dalam bentuk database export, file .csv atau serupa).

Asumsi dan hipotesis YAKIN adalah bahwa selama data kependudukan dan data DPT tidak pernah jelas dan terakses secara terbuka, selama itu pulalah Pemilu di semua negara akan ditandai dengan kecurangan terstruktur, sistimatis dan massif (TSM).

Makin misterius data kependudukan dan data DPT Pemilu di sebuah negara niscaya makin potensil mengotomatisasi kejanggalan-kejanggalan serius lainnya, termasuk fasilitasi berbagai pihak yang terkait pemilu untuk berbagai tindakan kecurangan, terlebih di negara yang tingkat demokrasi, penegakan hukum, pengawasan media dan masyarakat sipil masih lemah.

Negara dengan tingkat literasi rendah dan dengan kondisi kemiskinan struktural yang parah, adalah wadah anomali demokrasi yang lazimnya hanya mementingkan rutinitas agenda Pemilu untuk kepastian legitimasi oligarki kekuasaan, politik dan budaya untuk mendominasi.

Kelak, YAKIN akan melanjutkan upaya mengajak semua pihak sama-sama melakukan evaluasi atas pelaksanaan seluruh pemilu dan pilpres sejak kejatuhan Orde Baru untuk mendapatkan pokok permasalahan untuk dijadikan dasar koreksional undang-undang pemilu.

Shohibul Anshor Siregar
Naskah ini pertamakali diterbitkan oleh Harian WASPADA
Medan, 12 Mei 2024