Di negara dan masyarakat dengan perkembangan terbelakang sampah sebetulnya sudah mulai diintroduksi untuk daur ulang dan pemanfaatan lain seperti energi. Hanya saja masyarakatnya membiarkan pemerintahannya memerioritaskan program-program yang instantly menyumbang penghasilan haram bagi pengelola pemerintahan. Semua lembaga pengawasan tahu itu (inspektorat, BPK, Polisi, Jaksa) tapi tak sudi melakukan perbaikan. Itu sebabnya politik pemerintah menganggap tetap penting keberadaan KPK, meski pun sesungguhnya KPK itu bukan untuk selamanya.


“Pengangkutan Sampah Hanya Dua Kali Seminggu”. Itu judul posting fb Koran Sindo Sumut Minggu malam. Ia ingin orang mengomentarinya untuk dimuat sebagai bagian pemberitaannya Senin:


“Masyarakat di Jalan Jumadi, Kecamatan Medan Timur sangat kesal atas pelayanan kebersihan yang dilakukan Dinas Kebersihan Kota Medan saat ini. Pasalnya, pengangkutan sampah dilakukan hanya dua kali seminggu. Seharusnya pengangkutan sampah milik masyarakat ini dilakukan setiap hari.

Akibatnya, selokan dan jalan dipenuhi sampah karena tempat sampah tidak mampu lagi menampung barang sisa tersebut. Selain itu, sampah yang disimpan dalam plastik kerap berserakan karena diacak binatang seperti kucing dan anjing. Parahnya lagi, meski pengangkutan sampah tidak maksimal dilakukan atau sesuka hati petugas di lapangan, uang retribusi sampah harus dibayarkan tepat waktu. Apabila terlambat, petugas terus menagih setiap hari”.

Di negara dan masyarakat dengan perkembangan terbelakang sampah sebetulnya sudah mulai diintroduksi untuk daur ulang dan pemanfaatan lain seperti energi. Hanya saja masyarakatnya membiarkan pemerintahannya memerioritaskan program-program yang instantly menyumbang penghasilan haram bagi pengelola pemerintahan. Semua lembaga pengawasan tahu itu (inspektorat, BPK, Polisi, Jaksa).

Hingga kini sampah dianggap hanya sebagai residu yang membahayakan, padahal jika diintegrasikan dengan program lain misalnya ketahanan energi dan ketahanan lingkungan, selain biaya hemat negara juga akan semakin efisien dan bersih serta masyarakat semakin merubah nilai dan pandangan hidup lebih baik dan higienis.

Truk sampah mengurangi frekuensi pengangkutan sampah tentu disebabkan banyak hal terutama berinduk pada bad governance. Bagi rezim seperti itu pertanggung jawaban tak penting, meski merasa tak malu mengutip uang kewajiban setiap keluarga. Sama dengan jasa parkir yang wajib dibayar oleh pengguna space lahan parkir. Tapi jika barang yang disimpan di dalam mobil yang diparkir itu hilang, atau mobilnya hilang sekalian, badan pengelola parkir tak boleh dimintai pertanggungjawaban. Itu watak bad governance yang memosisikan rakyatnya sebagai pesakitan. Sama halnya dengan mobil dan sepeda motor hasil razia yang diparkir di kantor polisi. Pemilik seakan wajib merelakan hilang spion atau asesori atau bahkan komponen mesin bisa saja dikokang hanya karena benda itu ada di bawah pengawasan pemerintah.

Ekspresi bad governance melebar kemana-mana dari pusat hingga darerah. Civil society harus diperkuat, dan itu tak sama dengan diperbanyaknya LSM yang terdaftar di kesbanglinmaspol untuk antara lain antrian jatah APBD yang dibagi dua bersama petugas jahat di kantor itu. Dari satu segi memang melalui kesbanglinmaspol pemerintah mengajari teknis korupsi kepada rakyat atas nama LSM dan pemberdayaan.

Saudara-saudara, bersabarlah. Bahkan 5 periode pemerintahan nasional ke depanpun tampaknya keadaan masih belum akan berubah.

 

 

Shohibul Anshor Siregar

A few seconds ago · Edited · Like · 1