medan bisnis1
Mendikbud M Nuh berkelit bahwa yang bertanggungjawab atas buku-buku bermasalah yang antara lain memuat bahan-bahan mengandung informasi porno itu adalah Kepala Sekolah. Jika benar, kata Nuh, kepala sekolah harus bertanggung jawab. “Mestinya buku itu enggak bisa masuk di sekolah. Kan ada kepala sekolahnya. Dia harus bertanggung jawab”. Begitu kata Nuh di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (11/7/2013) lalu. Nuh secara struktural malah menegaskan: “jika terbukti, Kepala Dinas Pendidikan akan memberikan sanksi kepada kepala sekolah. Pihaknya juga akan memproses penulis dan penerbit buku”.

Tampaknya bagus pernyataan ini untuk dirinya sebagai seorang yang menjabat Menteri yang wajar-wajar saja ingin tetap dianggap tak pernah gagal. Tampaknya bagus juga untuk sekaligus membatasi pikiran rakyat agar jangan menyalahkan kebobrokan pendidikan dengan biaya relatif besar di Indoinesia ke pundak Presiden. Tetapi biar pun pernyataan itu bagus untuk jabatannya sebagai Menteri, namun tidak berarti bagus untuk Indonesia. Itu jelas. Lihatlah betapa mudahnya bahan ajar yang berbahaya tersusupkan ke dalam kelas, dan kemudian harus diterjemahkan ke dalam proses konstruksi kebangsaan. Sekiranya di dalam bahan ajar untuk mata pelajaran tertentu tersusupkan materi komunisasi (indoktrinasi komunisme) atau ateisasi (indoktrinasi ateisme), dan dengan membandingkan kasus porno bahan ajar yang ada hal itu sangat mungkin, maka dipastikan bahwa M Nuh pun tidak ikut bertanggungjawab untuk itu.

Jadi apa tanggungjawabnya? Ada, yang lain. UN berbiaya mahal dan dengan proyeksi keuntungan komersil itu. Itu tanggungjawabnya, meski jika ada masalah seperti yang terjadi pada UN terakhir, rupanya bukan pula menjadi tanggungjawabnya. Tapi akan sangat aneh ia bertanggungjawab membuat ujian (nasional) untuk proses belajar yang ia (rupanya) tidak boleh dianggap bertanggungjawab. Memang aneh bin ajaiblah cara berfikir Nuh ini. Ya, Nuh memang menambahkan dalam keterangannya dengan kaitan pentingnya kurikulum 2013. “Jadi, itulah pentingnya kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013, buku akan kita tarik semua. Kalau dibebaskan, akhirnya buku yang beredar itu siapa yang bertanggung jawab”, kata Nuh.

Pendidikan Terancam. Pekan lalu di beberapa wilayah di Indonesia terjadi heboh atas temuan ajaran porno dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk tingkat SD. Buku itu memuat cerita berbau porno, berjudul “Anak Gembala dan Induk Serigala” terbitan CV Graphia Buana. Diceritakan di dalamnya kisah seks antara seorang lelaki dan perempuan, di warung remang-remang. Bayangkan.

Tetapi, setahun lalu, tepatnya Juni 2012, SD di Kebumen (Jateng), juga menemukan unsur Pornografi dalam buku “Ada Duka di Wibeng”. Di dalamnya terselip di antara sekitar 4.292 buku yang menyinggung soal berhubungan intim melalui dialog di antara para tokohnya. September 2012, di lingkungan sekolah dasar Balikpapan unsur pornografi juga ditemukan dalam buku IPA. Ditengarai dalam buku itu terdapat materi yang mengenalkan alat reproduksi. Selain karena disajikan secara vulgar, masyarakat juga menilai keberadaannya belum layak untuk anak setara SD sekiranya dianggap sebagai unsur sex education. September 2012, SD Negeri 022 Sei Keledang, Kota Samarinda juga menemukan unsur pornografi dalam buku Penjaskes. Dalam beberapa soal pilihan ganda A,B,C dan D serta esai yang terdapat dalam buku itu, ungkapan kalimatnya dianggap mengandung unsur pornografi seperti: “Bila kita melakukan hubungan seksual, maka…..? “Alat kelamin perempuan dinamakan?” “Sperma keluarnya lewat mana? Waduh. Sampai begitu buruk.

Kemudian Februari 2013 SD Negeri 1 Korowelang Anyar Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal menemukan unsur pornografi dalam buku berjudul “Visual Ilmu dan Pengetahuan Populer dan Ensiklopedia Iptek”. Di sana tertulis dengan jelas dan gamblang cara berhubungan badan. Bayangkan jika anak SD harus berurusan dengan hal seperti itu. Juga pada Februari, 2013, SD di Kota Bengkulu menemukan unsur pornografi dalam buku pelajaran IPA. Di sana ada gambar wanita telanjang di salah satu halamannya.

Mengapa Begitu Buruk? Jika Anda menemukan sesuatu yang janggal dalam buku pelajaran pendidikan untuk level mana saja pun, beritahulah masyarakat luas. Itu agar orang tua dan peserta didik tidak terseret bahaya. Tampaknya tak ada lagi “daerah aman” di sini. Lembaga pendidikan yang semestinya sangat dipercaya pun sudah sangat menyimpan potensi ancaman masa depan sebuah Negara-bangsa. Mengapa itu bisa terjadi? Negarawan sudah tak mau lagi berada di garis terdepan dalam mengurus negeri. Mereka sudah sangat kecewa dan mungkin disingkirkan. Tempat mereka sudah diisi oleh para jawara pencari uang dan kedudukan dari berbagai daerah di Indonesia. Tokoh-tokoh haus popularitas yang tak bernilai. Memang beginilah jadinya kalau semua harus dipandang sebagai produksi uang dan keuntungan (bagi diri dan kelompok).

Shohibul Anshor Siregar. Diterbitkan pertamakali oleh Harian Medan Bisnis, Medan 15 Juli 2013, hlm 2